Labels

Sabtu, 07 September 2013

Mengadaptasi, bukan mengambilalih: Tari kontemporer di Thailand.

Oleh Pawit Mahasarinand

Dalam perjalanan sejarah kami selama lebih dari 700 tahun baik seni tari, teater maupun musik di Thailand selalu mengambil alih pengaruh-pengaruh asing, namun tetap memunculkan dan mengembangkan karakter tersendiri. Untuk memahami hakikat seni peran Thailand dalam waktu singkat kita dapat merujuk kepada wawancara Raja Rama VII dengan New York Times pada tahun 1931: “Semboyan kami adalah: Mengadaptasi, bukan menerima.“

Dalam beberapa dasawarsa terakhir tari kontemporer di Thailand mendapatkan bentuk yang lebih jelas terkait dengan kepulangan banyak penari yang menempuh pendidikan di Barat serta lokakarya dan produksi seniman internasional yang diundang oleh organisasi-organisasi kebudayaan asing.

“Kontemporer“ tidak dapat disamakan begitu saja dengan “barat“

Jika kita mengingat semboyan “Mengadaptasi, bukan menerima“ – atau bahkan “menerima untuk mengadaptasi“ – maka tidaklah mengherankan bahwa sebagian besar penari kontemporer Thailand tidak menyamakan begitu saja istilah “kontemporer“ dengan „barat“. Karya-karya mereka mencerminkan pemahaman yang lebih kompleks mengenai istilah “tradisional“ dan “modern“, “lokal“, “asing“ dan “glokal“ dan juga “antarbudaya“ dan “intrabudaya“.

Ansambel tari kontemporer yang penting

Dewasa ini Company for Performing Artists (CPA), Kandha Arts’n Theatre Company, Komonlagoon Dance Troupe, Patravadi Theatre serta Pichet Klunchun Dance Company termasuk ansambel tari kontemporer terpenting di Thailand.

Di bawah pimpinan guru tari Vararom Patchimsawat yang disegani, CPA telah merealisasikan karya-karya tari kontemporer yang patut dicontoh melalui kerja sama lintas budaya. Setiap April ansambel ini menyelenggarakan Internationale Dance Day Festival yang mementaskan produksi lokal maupun produksi luar negeri.

Penampil dan sutradara Sonoko Prow yang mendalami butoh adalah pemimpin Kandha Arts ‘n Theatre Company,yang menyoroti masalah AIDS, persoalan gender serta tema seksualitas di kawasan Mekong di dalam karya lintas budaya dan lintas disiplin terkini mereka yang berjudul For a Little Less Noise: Mother of Water.

Thongchai Hannarong bersama sejumlah jebolan Departemen Seni Rupa College of Dramatic Arts mendirikan Komonlagoom Dance Troupe, yang menciptakan koreografi lintas budaya dengan menggali kekayaan seni tari Asia dan Barat.

Di Patravadi Theatre tokoh besar Patravadi Mejudhon bersama koreograf Manop Meejamrat membentuk ansambel beranggotakan aktor, penari dan pemusik dari beragam disiplin di Thailand, Asia dan Barat. Mereka mementaskan proyek-proyek antarbudaya dan intrabudaya.

Penari dan koreograf bereputasi internasional Pichet Klunchun adalah pemimpin Pichet Klunchun Dance Company (sebelumnya PK Life Work Company), yang berupaya menjelaskan sendratari klasik Thailand dengan pakemnya yang ketat kepada audiens lokal dan internasional dewasa ini serta mengungkapkan maknanya dalam konteks kekinian. Sebagian besar karyanya seperti Pichet Klunchun and Myself (duet Klunchun dengan Jérome Bel asal Perancis) atau I Am a Demon pertama kali dipentaskan di Thailand dan kemudian diundang ke berbagai festival di luar negeri.

Kemandirian yang tergantung

Perlu ditekankan bahwa hanya kedua ansambel terakhir yang memiliki ruang latihan dan ruang pertunjukan sendiri. Patravadi Theatre mudah dicapai dan karena itu menjadi tempat pertunjukan penting untuk tari kontemporer. Dengan cara ini kedua ansambel dapat terus mengembangkan karya-karya baru.

Berbeda dengan kelompok-kelompok teater dan musik, ansambel tari tidak memiliki jadwal tampil sepanjang tahun maupun ansambel yang permanen. Ansambel tari bekerja berdasarkan proyek dan dengan demikian tergantung kepada dukungan finansial dan administratif dari pihak pemerintah atau organisasi privat lokal dan internasional serta kepada ketersediaan para penampil.

Meskipun Biro untuk Seni dan Budaya Kontemporer (OCAC) pada Kementerian Kebudayaan menyediakan bantuan finansial untuk kegiatan seni kontemporer serta menganugerahkan Silpathorn Award in Performing Arts kepada penari dan koreografer Manop Meejamrat dan Pichet Klunchun, anggaran tahunannya relatif kecil dibandingkan anggaran Biro Komisi Kebudayaan Nasional (ONCC) yang mengurusi seni tradisional. Instansi yang terakhir itu bertugas melestarikan kesenian nasional dan warisan budaya, yang pada umumnya dipandang lebih penting.

Banyak penari memilih industri pariwisata dan hiburan

Persoalan lain adalah bahwa sebagian besar mahasiswa dididik untuk “mengambil alih” beberapa – atau bahkan hanya satu – disiplin saja, dan tidak diperkenalkan kepada beragam bentuk tari yang selanjutnya disesuaikan dan dikembangkan menjadi gaya khas masing-masing. Meskipun seni kontemporer bersifat interdisipliner hanya tersedia kesempatan yang terbatas untuk bekerja sama dengan rekan-rekan dari disiplin lain. Kecuali itu, sebagian besar lulusan sekolah tari berpendapat bahwa karier di bidang tari kontemporer adalah sesuatu yang mustahil. Karena itu banyak di antara mereka pun beralih ke industri pariwisata dan hiburan. Ada pula yang menjadi guru tari.

Jumlah karya kontemporer terus bertambah

Dari sudut pandang penonton, jumlah karya tari kontemporer terus bertambah secara ajek, sekalipun lamban. Ini antara lain berkat upaya ansambel-ansambel yang telah disebutkan, koreografer lepas lain, serta berbagai festival penting seperti Patravadi Theatre’s Fringe Festival, La Fête: Festival Kebudayaan Perancis-Thailand atau Festival Tari dan Musik Internasional Bangkok. Meski demikian, jika dilihat sepanjang tahun dan dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan ini, karya koreografi kontemporer tetap relatif sedikit. Sampai sekarang publik belum memperoleh kesempatan cukup untuk belajar menghargai dan menerima karya-karya seperti itu.

Pawit Mahasarinand
adalah dosen Departemen Seni Drama pada Universitas Chulalongkorn dan kritikus tari dan teater di harian The Nation.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar