Etalase Tubuh berusaha menampilkan sekelumit fenomena realitas kekinian yaitu fenomena masyarakat konsumtif. Isyu kebahagiaan artifisial, kecantikan, fashion, gaya hidup, spiritualitas hingga mitos dan dongeng menjadi kompleksitas hidup yang dibiarkan hadir bertumpuk. Permasalahan-permasalahan itu hadir sekilas tanpa upaya memecahkan masalah, tanpa upaya mengejar objektifikasi kebenaran. Jika saja terjadi semacam tendensi ke dalam satu pilihan atau ideologi tertentu, itu hanyalah sebuah perayaan dalam memilih sebuah ideologi semata bukan semacam kebenaran objektif.Problematika itu hadir dalam tokoh Sura. Kehadiran tokoh Badut dan Orang Asing memunculkan impresi oposisi biner, dua ideologi yang bertentangan, guna membangun ketegangan peristiwa dalam memengaruhi tokoh Sura. Namun kedua ideologi pada masing-masing tokoh itu pada akhirnya tidak saling memaksakan kehendak demi mencapai sebuah kebenaran melainkan keduanya memberikan penghargaan pada Sura dalam memilih keanekaragaman ideologi.
Konsep pemanggungan memungkinkan lebih ekploratif dan ekspresif. Tidak terpaku pada sebuah konvensi teknik pemanggungan tertentu. Panggung menjadi arena permainan ruang, waktu, dan peristiwa yang berganti dengan cepat tanpa ada sekat yang jelas antara mimpi dan realitas. Cerita pun tidak tersusun dari runutan peristiwa yang bergerak linear dan terbebas dari tuntutan kausalitas yang detail menurut logika. Terkadang antar peristiwa tidak menjalin hubunganapa-apa, hadir begitu saja, atau kalau pun tersambung,sengaja dihubungkan dengan jembatan kecil yang (terkesan)sengaja dipaksakan.
ArtistikKonsep artistik merayakan pencariaan simbol-simbol yang mempunyai relasi dengan peristiwa dan sekaligus (mungkin) tidak berhubungan sama sekali dengan peristiwa yang terjadi diatas panggung. Usaha itu sebagai sebuah cara untuk mengafirmasi kompleksitas hidup yang bertumpuk. Set dan properti yang hadir dipanggung dibuat lebih fleksibel dan mempunyai kemudahan mobilitas sehingga mudah digerakan, dipindahkan, dan disusun. Pemilihan warna visual panggung hadir beraneka warna.
Kostum Konsep kostum dalam garapan ini bertema Trashion.Trashion atau Trash Fashion merujuk pada hal-hal yang dibuat dari sampah. Sampah atau sesuatu yang bisa didaur ulang dibentuk menjadir dress, gaun, blues, jas, rompi, kacamata, dll. Bahan-bahannya terbuat dari balon, plastik, bungkus rokok, koran, majalah, kain perca, wallpaper, dll.
Kostum dalam garapan ini tidak hanya sekedar busana melainkan memperhitungkan fashion, di mana busana menjadi bagian dari fashion itu sendiri.Fashion tidak hanya merujuk pada satu baju/busana yang lagi trend saat ini tapi juga tentang life-style. Jadi cakupan fashion lebih luas. Fashion juga bisa merujuk pada suatu daerah, misalnya orang afrika itu fashion-nya coreng-coreng muka, kalung-kalung alam.Trashion dalam garap ini menjadi media visual dalam menampilkan variasi life-style yang sedang hot pada pelbagai waktu dan digandrungi oleh kelompok tertentu, misalnya: anak-anak muda, go green, tentang gudget, mobil, dll.
Gerak tubuh dan MusikGerak tubuh dan musik menjadi bahasa dominan dalam Etalase Tubuh selain bahasa kata. Bahasa tubuh yang dibalut dengan koreografi tari menjadi salah satu distributor narasi dalam menyampaikan cerita maupun peristiwa. Tubuh-tubuh yang bergerak diharapkan mampu memberikan ruang imajinasi peristiwa dalam benak penonton.Tubuh-tubuh aktor dieksplorasi untuk membuat konfigurasi tubuh dalam merespon fenomena masyarakat konsumtif yang terjadi di sekitarnya: seperti tema life-style, kecantikan, kebahagiaan artifisial, fashion, mitos dan spiritual. Musik akan lebih dominan dalam membangun dan mengafirmasi segala peristiwa yang ada di panggung, seperti: suasana, ketegangan, chaos, kesedihan, kebahagiaan, hiruk-pikuk, dll. Musik diharapkan menjadi salah satu media untuk meneror penonton melalui perasaan dan pikirannya.
SinopsisSura seorang perempuan yang terhimpit dan kesepian di tengah realitas hiruk-pikuk masyarakat konsumtif. Harapannya menjadi manusia bebas dan bahagia membawanya ke alam mimpi maupun realitas pikirannya. Sura bernostalgia dengan masa kecilnya, ayah dan dongeng-dongeng ibunya. Sura gelisah mempertanyakan sekaligus mencari arti kebahagiaan. Kemudian dalam pencariaannya, Sura bertemu dengan tokoh Badut dan Orang Asing. Badut dan Orang Asing berdebat tentang perbedaan ideologinya tentang kebahagiaan dihadapan Sura namun pada akhirnya Sura telah memutuskan sendiri pilihan dan jawaban tentang kebahagiaan yang selama ini dicarinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar