Labels

Senin, 02 September 2013

Politik Tubuh, Tari Tanpa Gerak

Oleh Prof. Dr. Gerald Siegmund

Di bawah kursi para penonton ada sesuatu yang bergejolak. Sepertinya ada orkestra lengkap yang mengambil tempat di bawah tribun penonton. Dari celah-celah dan sela-sela di antara kursi terdengar nada-nada komposisi akbar Le sacre du printemps karya Stravinsky, terpisah-pisah secara ketat berdasarkan kelompok instrumen. Nada-nada itu menembus tubuh kita, seakan-akan kitalah alat musik yang dimainkan untuk menghasilkan nada-nada tersebut. Di atas panggung yang kosong tampak penari Xavier Le Roy dengan sweter merah berdiri menghadap penonton sambil mengarahkan kita. Berulang kali ia memfokuskan pandangan ke satu atau lain penonton, seakan-akan memberi kesempatan kepadanya untuk berpartisipasi di tengah konser alat-alat musik. Badannya menyentak-nyentak karena emosi yang menggelora dan gerak-gerik yang impulsif. Di tengah tarik-menarik antara antisipasi terhadap musik dan perwujudannya yang menyusul di ruang pertunjukan, badannya mulai menari.

Sekuens-sekuens tari yang singkat di dalam And then karya Eszter Salamon berkesan bagaikan sisipan pada suatu gubahan di mana rekaman video dan adegan teater silih berganti. Tari dan gerak di dalam ruang di sini merefleksikan gerakan sosok-sosok di dalam ruang sosial dan politik yang berubah seiring runtuhnya Tirai Besi pada tahun 1989, sehingga mengubah jalan hidup orang-orang dan menggerakkan mereka baik secara mental maupun jasmani. Di dalam koreografinya, biografi penari dan koreografer Eszter Salamon asal Hongaria tercermin dan muncul dalam biografi empat perempuan lain, yang semuanya bernama sama dengan dirinya. Kelima perempuan yang berbeda usia dan asal-usul itu seakan-akan membentuk jejaring "Eszter Salamon", yang meliputi sejarah abad ke-20 yang beragam dan penuh gejolak..

Pengertian koreografi dan gerakan yang diperluas

Sacre du printemps¬ garapan Xavier Le Roy dan And then karya Eszter Salamon merupakan dua dari sepuluh produksi yang pada bulan Februari 2008 diundang ke Hannover untuk mengikuti Tanzplattform. Di bawah arahan dewan kurator yang terdiri dari para pakar, Tanzplattform setiap dua tahun menyajikan produksi-produksi tari terpenting di Jerman. Kedua karya tadi melambangkan perubahan yang mencirikan dunia tari Jerman sejak lebih dari sepuluh tahun. Berbagai perubahan itu antara lain dicirikan oleh pengertian koreografi yang lebih luas, yang melampaui desain gerakan tubuh secara ritmis dan dengan demikian melampaui batas-batas seni tari dalam pengertian yang lebih sempit. Salamon pun tidak hanya menggubah gerakan, tetapi juga video, bahasa dan cahaya. Di samping itu juga terdapat perluasan terhadap pengertian gerak itu sendiri. Gerak tari tidak lagi dipahami semata-mata sebagai gerakan yang dirancang secara estetis dan dilaksanakan secara mengalir. Banyak koreografer kontemporer kini memfokuskan perhatian kepada gerakan sosial, yang menghubungkan sosok-sosok di atas panggung dengan sosok-sosok di dalam masyarakat.

Perubahan sosial mengubah seni tari

Kenyataan bahwa banyak karya tari yang dipentaskan tidak lagi menampilkan tarian bukanlah suatu kebetulan. Jika diamati dengan teliti, apa yang oleh banyak penonton dianggap sebagai kekurangan sesungguhnya merupakan reproduksi berbagai kemungkinan gerak dan konteks di mana gerak jasmani berperan. Menjelang awal abad ke-20 balet klasik dianggap terlalu kaku dan harus menghadapi kritik dari tari “bebas”. Seratus tahun kemudian pun pengertian tari kembali mengalami perubahan. Arus migrasi yang diakibatkan oleh globalisasi dan kemiskinan menghilangkan batas-batas negara. Di banyak bagian dunia barat, media digital baru membuka kemungkinan komunikasi tanpa terikat tempat. Pergerakan, fleksibilitas dan mobilitas telah menjadi kelaziman di dunia kita yang terglobalisasi. Dan kita tidak dapat menghindar dari sosok-sosok hebat dan terseksualisasi yang tampil di setiap acara televisi dan pada setiap papan iklan.

Lokasi tubuh di ruang sosial mendadak lebih penting dibandingkan mobilitas otonomnya. Pandangan bahwa tubuh merupakan titik temu dengan praktek ragawi lain dalam masyarakat dan juga dengan budaya ragawi yang berbeda menjadikan tubuh sebagai tempat berlangsungnya debat publik. Tari sebagai jenis kesenian pun mengalami peningkatan yang signifikan dalam hal fungsi dan kedudukan di ranah sosial. Perubahan pada pengertian tari dengan demikian merupakan akibat berubahnya kondisi sosial di mana tari berlangsung dan yang ditanggapi oleh tari, karena kondisi sosial itu menjadi kerangka dan bahan untuk keseniannya. Bahwa kesenian ini semata-mata berlandaskan gerak tubuh otonom murni adalah salah satu mitos zaman modern.

Ikatan baru

Pada saat ikatan-ikatan sosial menjadi semakin longgar, duo seniman Thomas Plischke dan Kattrin Deufert menggali kemungkinan-kemungkinan baru untuk menciptakan hubungan baru antarmanusia melalui koreografi selama berlangsungnya pertunjukan. Karya mereka directory:Tattoo yang juga dipentaskan di Hannover mencoba membangun suatu situasi di mana kegiatan saling mengamati dengan teliti di antara para penari dan penonton menghasilkan suatu kebersamaan yang dialami secara intensif.

Ketika Isabelle Schad mengajak warga kota Hannover ke atas panggung pada pementasan karyanya yang berjudul Still Lives – Hannover dan menghadapkan gerakan kelompokyang sederhana dengan rekaman wawancara di mana pejalan kaki dimintai menjelaskan sebuah gambar, ia pun menghadirkan potret sebuah kota berikut suasananya.

Dalam 12/ ... im linken Rückspiegel auf dem Parkplatz von Woolworth (12/... di kaca spion kiri di tempat parkir Woolworth) VA Wölfl dan kelompoknya Neuer Tanz menghadirkan nomor-nomor hiburan populer berupa lagu merdu sampai sisipan koreografi singkat. Tetapi permukaan polesan budaya media kita ternyata berbalik menyerang diri sendiri ketika terungkap bahwa produksi ini merupakan siaran radio sebuah stasiun pemancar tentara Inggris, yang mengirim semua lagu indah beserta ucapan salam itu kepada para serdadu yang bertugas di Irak. Semua karya yang disebut di atas memberikan sudut pandang lain baik mengenai tubuh maupun gerakan, dan memungkinkan persepsi yang berbeda mengenai praktik-praktik sosial.

Prof. Dr. Gerald Siegmund
adalah ilmuwan teater dan tari. Ia telah menerbitkan banyak esai, karangan dan buku mengenai tari kontemporer. Sejak tahun 2009 ia menjadi profesor untuk program studi master “Koreografi dan Pertunjukan” pada Justus-Liebig-Universität Gießen.
Copyright: Goethe-Institut e. V., Internet-Redaktion
Penerjemahan: Hendarto Setiadi
http://www.goethe.de/ins/id/lp/prj/tac/per/id5711891.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar